Dalam menghadapi tantangan global, pengelolaan sumber daya manusia telah menjadi aspek yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan Indonesia. Namun, konsep sumber daya manusia (human resources) terkadang masih dianggap terlalu statis. Oleh karena itu, gagasan menggantinya dengan konsep human energy menawarkan perspektif yang lebih dinamis dan holistik tentang bagaimana manusia sebagai aset berharga perlu dijaga dan diberdayakan secara berkelanjutan.
Human energy menekankan pada pengelolaan energi fisik, mental, dan emosional dari setiap individu, tidak hanya untuk meningkatkan produktivitas kerja tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih berdaya, inovatif, dan sejahtera. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana pendekatan human energy dapat diimplementasikan dalam organisasi dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.
Mengelola Human Energy untuk Produktivitas Nasional
Pembangunan bangsa yang berkelanjutan sangat bergantung pada tenaga kerja yang sehat, produktif, dan inovatif. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas tenaga kerja Indonesia pada 2020 masih lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Salah satu faktor penyebabnya adalah pengelolaan tenaga kerja yang berfokus pada kinerja jangka pendek tanpa mempertimbangkan kesejahteraan holistik pekerja. Program pemerintah seperti Kartu Prakerja, yang bertujuan meningkatkan energi mental melalui pelatihan keterampilan digital dan teknis, telah membuktikan efektivitasnya. Hingga 2021, lebih dari 12 juta orang telah mengikuti program ini dan meningkatkan keterampilan mereka, menurut laporan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Namun, di samping peningkatan keterampilan, perhatian pada energi fisik dan emosional pekerja juga penting. Burnout dan kelelahan mental menjadi masalah serius yang perlu diatasi melalui program yang mendukung keseimbangan hidup-kerja dan pelatihan kesehatan mental. Organisasi dapat mulai menerapkan regulasi yang tidak sebatas pada aspek kuantitas jam kerja namun lebih pada esensi kualitas dan outcome (pemberdayaan/ empowerment), dan menyediakan program kesehatan yang mencakup pemeriksaan kesehatan secara berkala serta akses ke konseling atau layanan kesehatan mental. Dengan begitu, energi manusia dapat dikelola secara lebih optimal, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan menurunkan tingkat turnover karyawan.
Pendidikan dan Pengembangan Keterampilan sebagai Energi Nasional
Pendidikan adalah fondasi utama dalam pengembangan energi manusia. Tenaga kerja yang terdidik dan terampil memiliki energi kreatif yang lebih besar untuk berinovasi dan memecahkan berbagai tantangan yang dihadapi negara. Dalam hal ini, pendidikan vokasi memainkan peran strategis dalam memastikan tenaga kerja Indonesia siap menghadapi tantangan pasar kerja global. Menurut Bank Dunia, peningkatan 10% dalam keterampilan teknis melalui pendidikan vokasi dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja hingga 25%.
Namun, pendidikan teknis saja tidak cukup. Untuk memastikan bahwa tenaga kerja Indonesia mampu bersaing di pasar global, pendidikan vokasi juga harus mencakup soft skills seperti critical thinking, keterampilan komunikasi, dan kepemimpinan. Kerjasama yang lebih erat antara dunia pendidikan dan industri juga diperlukan agar keterampilan yang diajarkan relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Dengan begitu, energi mental para pekerja akan terarah dan fokus pada tujuan jangka panjang, dan siap menghadapi dinamika pasar kerja.
Kesehatan dan Kesejahteraan untuk Energi Fisik dan Mental
Kesehatan fisik dan mental merupakan komponen penting dari human energy. Pekerja yang sehat mampu bekerja dengan energi optimal, sementara kesehatan mental yang baik membantu mereka tetap termotivasi dan fokus. Namun, data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hanya 35% tenaga kerja Indonesia yang mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai melalui perusahaan mereka. Investasi dalam kesehatan pekerja bukan hanya mendukung produktivitas, tetapi juga mengurangi tingkat kecelakaan kerja dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
Pertamina adalah salah satu perusahaan yang berhasil menunjukkan bagaimana program kesehatan kerja komprehensif dapat berkontribusi positif. Dengan menyediakan fasilitas kesehatan, program kebugaran, dan pemeriksaan kesehatan rutin, Pertamina berhasil menurunkan tingkat kecelakaan kerja hingga 15% dalam lima tahun terakhir. Ini menunjukkan bahwa dengan pendekatan yang tepat, energi fisik pekerja dapat dijaga dan dimaksimalkan. Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga perlu menjadi prioritas. Dengan lebih dari 20 juta orang di Indonesia mengalami gangguan mental, perusahaan perlu menyediakan akses ke program dukungan kesehatan mental, seperti konseling atau layanan psikologis, untuk memastikan energi mental karyawan tetap terjaga. Gojek, misalnya, telah menerapkan program kesejahteraan mental yang berhasil meningkatkan keterlibatan dan produktivitas karyawan hingga 30%.
Penggerak Inovasi dan Ekonomi Kreatif
Indonesia memiliki potensi besar di sektor ekonomi kreatif, di mana energi kreatif dari generasi muda dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Sektor ini diproyeksikan menyumbang lebih dari Rp 1.200 triliun bagi PDB pada 2025, menurut Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF). Dengan memupuk energi kreatif, Indonesia dapat meningkatkan daya saing nasional di tingkat global.
Salah satu contoh sukses adalah program Indigo Creative Nation yang dijalankan oleh Telkom Indonesia. Program ini memberikan dukungan kepada startup berbasis teknologi dengan menyediakan pelatihan, akses modal, dan mentor. Dengan memfasilitasi kolaborasi antar generasi, program ini memungkinkan inovasi dari kalangan muda berkembang pesat dengan dukungan dari pengalaman dan wawasan generasi yang lebih senior. Hingga kini, lebih dari 200 startup telah didukung melalui program ini, beberapa di antaranya telah beroperasi di pasar internasional.
Fondasi Pembangunan Berkelanjutan
Konsep human energy menekankan pentingnya menjaga dan memelihara energi fisik, mental, dan emosional dari tenaga kerja sebagai fondasi utama pembangunan berkelanjutan. Baik di tingkat organisasi maupun bangsa, pengelolaan energi manusia secara holistik akan meningkatkan produktivitas, inovasi, dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pendekatan yang lebih fokus pada human energy, Indonesia dapat membangun masyarakat yang berdaya saing tinggi, siap menghadapi tantangan global, dan terus berkembang menuju kemajuan berkelanjutan.
Jakarta, 24 Oktober 2024
Rendy Artha
Daftar Pustaka
Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF). (2020). Laporan Ekonomi Kreatif 2020. Jakarta: BEKRAF.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2020). Statistik Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: BPS.
Bank Dunia. (2021). World Development Report: Data for Better Lives. Washington, DC: The World Bank.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Laporan Tahunan Kesehatan Kerja. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2021). Laporan Kinerja Program Kartu Prakerja. Jakarta: Kemenko Perekonomian RI.
World Health Organization (WHO). (2021). Mental Health Atlas 2021. Geneva: WHO.
Industri pertambangan Indonesia telah lama menjadi motor penggerak ekonomi nasional, memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, serta devisa negara. Pada tahun 2022, sektor ini menyumbang lebih dari 6% dari total PDB Indonesia, dengan nilai ekspor mencapai USD 35 miliar, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemain utama di pasar komoditas tambang global, khususnya batu bara dan nikel (Badan Pusat Statistik, 2023). Lebih dari 2,5 juta pekerja bergantung pada sektor ini untuk mata pencaharian mereka, membuatnya menjadi sektor yang sangat strategis (Kementerian ESDM, 2023).
Namun, seiring dengan meningkatnya tuntutan global untuk mengatasi perubahan iklim, sektor pertambangan berada di bawah tekanan besar untuk mengurangi dampak lingkungannya. Kontribusi sektor pertambangan terhadap emisi karbon global mencapai 8%, menempatkannya di antara sektor-sektor yang harus mengalami transformasi besar dalam beberapa tahun mendatang (International Energy Agency, 2021). Di Indonesia, industri pertambangan menyumbang sekitar 12% dari total emisi karbon nasional, yang menambah urgensi untuk melakukan transisi ke arah keberlanjutan (Kementerian ESDM, 2023).
Transformasi ini membutuhkan kepemimpinan yang visioner dan inovatif, yang mampu mengarahkan perusahaan tambang untuk mengadopsi teknologi hijau, mengurangi emisi karbon, dan meningkatkan efisiensi operasional. Artikel ini akan membahas tantangan dan peluang yang dihadapi sektor pertambangan Indonesia, dengan fokus pada peran kepemimpinan transformasional dan inovasi berkelanjutan sebagai strategi kunci dalam mentransformasi industri ini.
Kontribusi Ekonomi dan Tantangan Lingkungan
Industri pertambangan, khususnya batu bara dan nikel, merupakan kontributor utama bagi ekonomi Indonesia. Pada tahun 2022, nilai ekspor batu bara mencapai USD 25 miliar, sementara nikel menyumbang lebih dari USD 10 miliar (Bank Indonesia, 2023). Permintaan global terhadap nikel, yang digunakan dalam produksi baterai kendaraan listrik, telah meningkat drastis, mendorong pertumbuhan sektor pertambangan di Indonesia. Namun, pertumbuhan ini juga disertai dengan tantangan lingkungan yang signifikan.
Kegiatan pertambangan yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, seperti deforestasi, polusi air, dan kerusakan ekosistem. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2022), lebih dari 8 juta hektare lahan di Indonesia telah terdegradasi akibat aktivitas pertambangan. Sektor pertambangan juga bertanggung jawab atas emisi karbon yang cukup besar, dengan mayoritas perusahaan tambang masih bergantung pada bahan bakar fosil untuk operasional mereka (BPS, 2023).
Tantangan lingkungan ini menuntut adanya inovasi dalam teknologi yang ramah lingkungan, serta kebijakan pemerintah yang lebih proaktif dalam mendukung keberlanjutan. Di sisi lain, perusahaan tambang menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat dan ekspektasi pemegang saham yang menuntut standar keberlanjutan yang lebih tinggi.
Tantangan Menerapkan Inovasi Teknologi di Sektor Pertambangan
Salah satu hambatan utama dalam mengadopsi inovasi di sektor pertambangan adalah resistensi terhadap perubahan. Sektor ini secara historis dikenal konservatif dan lambat dalam mengadopsi teknologi baru. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh McKinsey & Company (2020), sekitar 60% perusahaan tambang di Indonesia belum mengalokasikan anggaran yang memadai untuk penelitian dan pengembangan (R&D), yang sangat diperlukan untuk mengembangkan teknologi baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Selain itu, adopsi teknologi otomatisasi dan digitalisasi juga masih rendah. Menurut laporan Kementerian ESDM (2022), hanya 15% perusahaan tambang di Indonesia yang telah mengimplementasikan teknologi berbasis energi terbarukan atau otomatisasi dalam operasi mereka. Kebanyakan perusahaan tambang masih bergantung pada metode operasi tradisional yang kurang efisien dan berkontribusi terhadap tingginya emisi karbon. Di sisi lain, lebih dari 70% tenaga kerja di sektor ini masih bekerja secara manual atau semi-manual, yang menunjukkan tingkat otomatisasi yang masih sangat rendah (Badan Pusat Statistik, 2023).
Resistensi terhadap otomatisasi ini sebagian besar berasal dari kekhawatiran bahwa teknologi baru akan menggantikan tenaga manusia, yang berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja. Tantangan ini membutuhkan kepemimpinan yang mampu mendorong perubahan budaya di dalam organisasi dan memastikan bahwa teknologi baru tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memberikan manfaat bagi pekerja dan masyarakat luas.
Kepemimpinan Transformasional: Penggerak Inovasi dan Keberlanjutan
Dalam konteks tantangan ini, kepemimpinan transformasional menjadi pendekatan yang sangat relevan. Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kemampuan pemimpin untuk menginspirasi dan memotivasi karyawan untuk berpikir kreatif, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan teknologi (Bass & Avolio, 1994). Pemimpin transformasional tidak hanya berperan sebagai pengambil keputusan, tetapi juga sebagai agen perubahan yang mampu menciptakan budaya organisasi yang mendukung inovasi.
Di sektor pertambangan, pemimpin transformasional harus mampu menghadirkan visi jangka panjang tentang pentingnya keberlanjutan dan teknologi baru dalam operasi tambang. Mereka harus mampu mengatasi ketakutan para pekerja terhadap otomatisasi dan digitalisasi, serta memastikan bahwa teknologi tersebut diterapkan dengan cara yang adil dan memberikan manfaat bagi semua pihak.
PT Freeport Indonesia, misalnya, telah memulai penerapan otomatisasi di tambang bawah tanah Grasberg. Implementasi teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas hingga 20%, tetapi juga mengurangi risiko kecelakaan kerja secara signifikan (Freeport-McMoRan, 2021). Pemimpin di Freeport berhasil mengkomunikasikan pentingnya inovasi teknologi kepada karyawan mereka, yang pada akhirnya membantu mengurangi resistensi terhadap perubahan.
Menurut penelitian Deloitte (2021), perusahaan yang dipimpin oleh pemimpin transformasional cenderung lebih cepat mengadopsi teknologi baru dan mampu beradaptasi dengan regulasi yang terus berubah. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan yang kuat dan inovatif memainkan peran penting dalam mentransformasi sektor pertambangan menuju keberlanjutan.
Teknologi Berkelanjutan: Solusi untuk Masa Depan
Teknologi berkelanjutan memainkan peran penting dalam upaya mentransformasi sektor pertambangan Indonesia. Energi terbarukan, otomatisasi, dan digitalisasi menjadi kunci dalam meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi dampak lingkungan. Menurut International Energy Agency (2021), penerapan teknologi energi terbarukan di sektor pertambangan global dapat mengurangi emisi karbon hingga 70%.
Di Indonesia, beberapa perusahaan telah mulai mengadopsi teknologi ini. PT Aneka Tambang (Antam), misalnya, telah mulai menggunakan tenaga surya untuk mendukung operasional tambang mereka. Penggunaan energi terbarukan ini memungkinkan Antam mengurangi emisi karbon sebesar 15% dalam tiga tahun terakhir (Antam, 2023). Sementara itu, PT Vale Indonesia telah lama menggunakan tenaga air untuk mendukung operasional tambang nikel mereka di Sulawesi, yang membantu mengurangi emisi karbon perusahaan secara signifikan (Vale Indonesia, 2022).
Selain itu, otomatisasi dan digitalisasi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi operasional dan keselamatan kerja. PT Bukit Asam telah mengadopsi teknologi big data dan sensor pintar untuk memantau penggunaan energi secara real-time, yang memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi inefisiensi dan mengurangi pemborosan energi sebesar 15% per tahun (Bukit Asam, 2023). Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga mengurangi biaya operasional dan meningkatkan keselamatan pekerja.
Peran Kebijakan dan Regulasi dalam Mendukung Transformasi Berkelanjutan
Kebijakan pemerintah memiliki peran kunci dalam mendorong transformasi berkelanjutan di sektor pertambangan. Meskipun Indonesia telah memiliki berbagai regulasi yang mendukung keberlanjutan, seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai kendala. Banyak perusahaan tambang, terutama yang berskala kecil, belum mampu mematuhi regulasi ini karena keterbatasan dana dan minimnya dukungan teknis dari pemerintah (Firdaus & Rahma, 2022).
Negara-negara seperti Kanada dan Australia telah lebih dulu mengadopsi kebijakan yang mendorong inovasi hijau di sektor pertambangan. Di Kanada, pemerintah memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi rendah emisi, sementara di Australia, pemerintah memberikan subsidi untuk penelitian dan pengembangan teknologi hijau (OECD, 2021). Praktik terbaik dari negara-negara ini dapat diadopsi oleh Indonesia untuk mendorong percepatan transformasi berkelanjutan.
Selain itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan penegakan regulasi dan memberikan insentif yang lebih besar kepada perusahaan tambang yang berkomitmen terhadap keberlanjutan. Langkah-langkah ini akan membantu perusahaan untuk lebih cepat mengadopsi teknologi hijau dan mengurangi dampak lingkungan dari operasi mereka.
Kesimpulan
Industri pertambangan Indonesia berada di persimpangan jalan antara tuntutan global untuk keberlanjutan dan kebutuhan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Meskipun sektor ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, tantangan lingkungan yang dihadapinya tidak dapat diabaikan. Inovasi teknologi dan kepemimpinan transformasional menjadi kunci dalam mentransformasi sektor ini menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Dengan adopsi teknologi seperti energi terbarukan, otomatisasi, dan digitalisasi, perusahaan tambang Indonesia dapat mengurangi dampak lingkungan mereka sambil meningkatkan efisiensi operasional. Selain itu, kepemimpinan transformasional memainkan peran penting dalam mendorong perubahan budaya di dalam organisasi, memastikan bahwa teknologi baru diterima dengan baik oleh seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah juga harus memainkan peran yang lebih proaktif dalam mendukung transformasi ini melalui kebijakan yang mendorong inovasi hijau dan keberlanjutan. Dengan strategi yang tepat, sektor pertambangan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin global dalam industri yang berkelanjutan.
Jakarta, 22 Oktober 2024
Rendy Artha
Daftar Pustaka
Antam. (2023). Laporan keberlanjutan PT Aneka Tambang. Diambil dari https://www.antam.com
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Indonesia 2022. Badan Pusat Statistik.
Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1994). Improving organizational effectiveness through transformational leadership. SAGE Publications.
Bukit Asam. (2023). Inovasi digitalisasi untuk efisiensi energi. Diambil dari https://www.bukitasam.com
Deloitte. (2021). Leadership and Innovation in the Mining Industry. Diambil dari https://www.deloitte.com
Freeport-McMoRan. (2021). Grasberg Block Cave: A successful underground mining operation. Diambil dari https://www.fcx.com
International Energy Agency. (2021). The role of mining in reducing global carbon emissions. Diambil dari https://www.iea.org
Kementerian ESDM. (2023). Laporan Kinerja Sektor Pertambangan 2022. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
McKinsey & Company. (2020). Global mining report: Innovation and sustainability. Diambil dari https://www.mckinsey.com
OECD. (2021). Tax incentives for green technologies in mining industries. Paris: OECD Publishing.
Vale Indonesia. (2022). Laporan keberlanjutan PT Vale Indonesia. Diambil dari https://www.vale.com
World Economic Forum. (2020). The future of mining: Innovation for sustainability. Diambil dari https://www.weforum.org
KEPIAWAIAN ADAPTASI. Salah satu peristiwa yang menarik dalam kehidupan ini salah satunya adalah pohon meranggas. Di berbagai negara dengan 4 musim, pohon meranggas bisa ditemui saat musim gugur atau situasi saat musim dingin. Di negara tropis, biasanya beberapa jenis pohon akan meranggas di musim kemarau. Mengapa harus meranggas atau menggugurkan daun?
Kata para ahli pertanian, pohon meranggas adalah pola adaptasi terhadap musim atau lingkungan dirinya. Sebuah strategi bertahan hidup, baik bagi diri maupun pohon lain atau bahkan makhluk lain. Kok bisa?
Menggugurkan daun merupakan strategi untuk mengurangi penyerapan air. Ketika sumber air sedikit, pohon pun merasa perlu melakukan pola hidup hemat. Semua itu dilakukan tidak hanya untuk diri tetapi untuk menjaga hidup pohon yang lain. Sumber air yang menipis perlu dibagi dengan pohon yang lain.
Ini pelajaran hidup yang luar biasa keren dari ciptaan Yang Maha Kuasa. Lingkungan boleh berubah, kehidupan diri dan ekosistem harus tetap berjalan. Pola adaptasi teramat ciamik. Adaptasi hemat daya serap air yang bermanfaat untuk diri dan bermanfaat bagi pihak lain yang hidup bersama. Aksi untuk diri sekaligus aksi berbagi.
Ketika situasi berubah menjadi tidak nyaman, atau kondisi mengharuskan kita berubah, diri ini pun juga harus berubah. Bukan reaktif tentunya, namun adaptif. Berubah dengan mindset, pola pikir, sikap dan perilaku sesuai dengan keadaan yang ada. Orang Jawa sering berpesan “urip iku kudu bisa mulur mungkret” (Hidup ini harus bisa tarik ulur – red lentur/ luwes). Kata ahli, inilah bentuk resiliensi.
Kondisi saat ini, dimana kita sedang dihadapkan pada tantangan yang luar biasa, semua orang menjadi punya “gawe“, harus siap beradaptasi dan melanjutkan hidup dengan resiliensi. Resiliensi memberikan kita sebuah daya lenting dan pantul yang luar biasa, bukan untuk meratapi dan menyalahkan setiap kondisi yang ada, namun mampu menyusun berbagai strategi hidup selanjutnya agar lebih baik dan adaptif.
Tentunya, seharusnya adaptasi dan resiliensi tidak hanya terjadi ketika kita dihadapkan pada sesuatu hal yang besar, melainkan dalam setiap harinya kita selalu dihadapakan dengan berbagai situasi yang menantang. Apalagi, hidup harus menapaki anak tangga, semakin tinggi kita menaiki tangga tersebut, semakin berbeda pula tantangan yang akan kita hadapi.
Alam berpesan dan lingkungan pun demikian. Semoga kita bisa menjalani hidup dengan penuh kearifan serta kemampuan adaptasi dengan resiliensi yang baik. Sudah siapkah Kita?
Bagang warga Desa Tolong, Kecamatam Lede, Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara
Satu hal yang menyenangkan ada di tempat ini adalah, rasa persaudaraan yang mereka bangun. Saya yakin, dan seyakin-yakinnya, embrio orang Indonesia itu adalah manusia-manusia yang penuh cinta dan kedamaian.
Bangunan ini namanya Bagang, semacam rumah apung di tengah laut yang biasa untuk mancing atau mencari ikan.
Foto ini saya ambil setelah waktu subuh, yang diambil dari atas ketinting (sampan) yang mengantar kami kembali ke tepi.
Ceritanya adalah rencana kami ingin mancing di tengah laut (yaaa, walaupun saya cuma pindah tidur aja, hehehehe). Salah seorang teman kantor mencoba membantu kami dengan mencarikan ‘jalan’ agar kami bisa mancing di tengah laut untuk mengisi waktu off sehari kami.
Alhasil, kami diajaklah gabung dengan kelompok nelayan dari sebuah desa dengan mayoritas Kristen.
Karena, kerjaan yang banyak mengharuskan kami lembur hingga setengah 7 malam, yang tentunya kami telat dari janjian waktu dengan para nelayan ini.
“Hei Saudara! Ketinting su berangkat, tarada kabar jadi atau tidak! Kalau tadi batelepon dahulu torang tunggu!”
Yah, kami pikir batal rencana kami. Tapi, ternyata kami dijemput. Dan akhirnya kami jadi berangkat.
Sebuah kearifan, suasana desa dengan segala hiruk-pikuknya begitu terasa di Desa Tolong, Pulau Taliabu ini.
Kitorang bersaudara!
Terima kasih ikan bakar dan ricanya kaka!
Bicara tentang Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) maka kita akan bicara tentang kehidupan. Terkadang menjadi sulit bagiku untuk mendeskripsikan AMM, karena terlalu banyak pelajaran kebaikan yang mampu mewakili setiap definisinya.
Hidup matinya AMM juga tergantung dengan hidup matinya semangat generasi penggeraknya. Kalian tahu gak? Sebenarnya AMM itu hanya dibangun dari tiga pilar utama saja, yaitu keikhlasan, kesabaran, dan cinta.
Keikhlasan, yang menjadikanmu mampu memahami dirimu sendiri tentang harga mahal dari sebuah pengorbanan, keikhlasan menjadikan penopang bagimu di kala engkau tahu dan sadar bahwa pertolongan Allah selalu dekat. Keikhlasan mengajarkanmu tentang cara menghargai hati dan pikiran.
Kesabaran. Tentu kalian tahu kan ya untuk hal yang satu ini prosesnya begitu panjang dan luar biasa beratnya. Namun, kesabaran memberikanmu makna bagaimana kamu belajar tentang istiqomah, bagaimana kamu belajar menerima dirimu sendiri dan keadaan. Gak jarang loh, para kader kita selalu bertarung dalam jiwanya sendiri tentang memilih egois atau mau berbagi. Kesabaran mengajarkanmu tentang cara bagaimana kamu melihat keindahan dari setiap keburukan.
Cinta, ini adalah ramuan terjitu dari keikhlasan yang ditambahkan dengan kesabaran. Dengan cinta kamu akan paham bagaimana kamu bisa merasakan tanpa memiliki. Kan gak mungkin nih, seumur hidup kamu akan berada di AMM karena semua ada masanya. Tapi dengan cinta kamu akan tahu bagaimana rasanya menebarkan kasih sayang dalam setiap langkahmu di AMM. Dengan cinta kamu akan paham tentang makna kehilangan. Dan dengan cinta pada Kuasa-Nya kamu akan mengerti bahwa hanya Allah yang gak akan pernah membuatmu patah hati.
Sebenarnya jika tiga hal itu kalian tanamkan dalam diri kalian, kalian akan menjadi hebat karena AMM dan AMM akan hebat karena kalian. Wahai saudaraku, mari kita tanamkan jiwa dan mentalitas itu.
Selalu saja saya berkata dalam diri, “ah capek!” tapi kebahagiaan dan rasa syukur di AMM selalu membuatku berpikir ulang untuk tidak lebih banyak mengeluh. Hati manusia memang tidak didesain untuk tidak merasakan rasa sakit, tapi hati manusia didesain untuk dapat mengelola rasa sakit.
Wahai saudaraku,
AMM gak meminta 100 persen hidupmu untuknya, AMM hanya minta minimal 10 persen saja waktu hidupmu untuk kamu sedekahkan di AMM. Toh yang namanya sedekah juga akan balik lagi buat yang nyedekahin kan?
Pernah gak kalian berpikir? Jika setiap dari kita mampu menumbuhkan keikhlasan, kesabaran dan rasa cinta dan memberikan sedekah hati, pikiran, waktu dan tenaga dan segala sesuatu yang bisa engkau berikan. Aku yakin, bahkan sangat yakin AMM akan jauh lebih besar dari sekarang dan dampak kebaikannya juga akan berlipat. Tapi selama ini sudahkan kita melakukan itu? Mari perbaiki niat!
Pernah gak kalian berpikir, jika ada 10 orang diantara kita mengeluarkan potensinya sebesar masing-masing 10 persen, makan itu akan setara dengan satu orang dengan kekuatan penuh dalam mewujudkan impiannya. Lihat ada berapa Ahmad Dahlan! Hanya ada satu kan? Satu orang Ahmad Dahlan saja dengan segala potensi yang beliau maksimalkan bisa mewujudkan cita-cita Muhammadiyah hingga sebesar ini. Lihat juga Jendral Sudirman misalnya, salah satu kader muda terbaik di Muhammadiyah yang darinya juga menjadi cikal bakal berdirinya Pemuda Muhammadiyah. Ada berapa banyak Sudirman? Hanya ada satu kan?
Lalu pernahkan kita berpikir, kita yang sebanyak ini tapi hasil kita masih biasa-biasa saja, mungkin ada yang perlu diperbaiki dari kita semua.
Wahai Saudaraku yang baik,
Mohon maaf jika ada segala khilaf, saat ini tonggak sejarah ada di tangan kita, maka tinggalkanlah sejarah yang baik, tinggalkanlah karya-karya terbaik. Jika itu diteruskan genersi kita, InsyaAllah jariyah kita akan terus mengalir.
So, masih hanya mau jadi kader biasa-biasa saja? AMM hanya butuh minimal 10 persen hidupmu tapi itu harus dimaksimalkan. Mari bermuhasabah, luruskan kembali niat dan recharge semangat. Semoga Allah merahmati kita semua. Selamat berjuang generasi millenial Muhammadiyah!
Kekuatan besar itu adalah milik-Nya.
Benarkah istilah, usaha tidak akan menghianati hasil?
Karena usaha mungkin saja menghianati hasil, jika Allah berkehendak demikian. Dalam hal apapun tugas kita hanya berikhtiar, berdoa, dan tawakal melangitkan semuanya pada-Nya.
Bukan kita yang berkehendak, tapi Dialah yang punya hak dan mampu berkehendak.
Banyak sekali pelajaran dalam hidup ini di sekeliling kita.
Dari yang awalnya optimis, tiba-tiba digagalkan. Lalu dari yg awalnya mustahil, Lalu diberikan jalan.
Dari yg awalnya marah, sampai akhirnya berkata, “aku ini siapa? Ngatur-ngatur takdir yang Tuhan tentukan!”
Berbahagialah kita yang mampu menangkap dan memahami pesan-pesan dari langit dg cara yg baik, walau kadang awalnya mungkin menyakitkan.
Dari kesemuanya, memantapkan kepasrahan adalah jawaban atas segala jawaban. Karena Allah memahami dan tahu yg terbaik untuk hamba-Nya.
Ini adalah tentang cinta dan kesetiaan pada-Nya
Jum’at barokah,
Berbahagia dan bersyukurlah atas segala karunia ☺
-Ruang Generasi-
Kabar duka kembali terdengar di Kota Jogja, kota yang dikatakan sebagai miniatur Indonesia, kota yang dikatakan sebagai kota yang ramah dan bahagia, namun masih ada keadaan yang tidak ramah. Kembali terjadi kasus pembacokan dan lagi-lagi melibatkan anak muda yang usianya masih begitu belia, yang mungkin di rumah masih sering berkata, “mak, maeme lawuhe opo?” –mak makannya pake lauk apa?- atau “mak, jaluk sangune” –mak, minta uang sakunya- atau kalimat lain yang sifatnya masih mbok-mboken –anak mami-. Sangat miris untuk dibayangkan bagaimana kondisi yang terjadi saat situasi pembacokan, orang yang sama-sama tidak saling kenal hanya dipicu karena sesuatu hal yang sepele tiba-tiba langsung dihunus pedang atau clurit.
Masuk akal? Tentu tidak sama sekali bagi yang akalnya sehat, tapi mungkin bagi yang akalnya sakit begitu masuk akal. Remaja belasan tahun malam-malam keluar di jalanan. Sudah banyak pakar menganalisa kasus klitih, saya yang hanya sebuah ‘butiran debu’ dengan ilmu yang begitu sempit ini akhirnya juga tergelitik untuk menulis. Apapun analisanya, semua bagus dan saatnya kita kembali merapatkan barisan menjadikan Jogja yang istimewa.
Iseng-iseng saya search di google tentang apa itu arti klitih, dan mesin pencari canggih ini mendifinisikan, “klitih adalah salah satu bentuk anarkisme remaja yang sekarang sedang marak di Yogyakarta. Klitih identik dengan segerombolan para remaja yang ingin melukai atau melumpuhkan lawannya dengan kekerasan. Ironisnya klitih juga sering kali melukai lawannya dengan benda-benda tajam seperti pisau, gir, pedang samurai, dll.” Membaca definisi ini seakan bahwa klitih sudah lekat dengan aksi kriminal.
Lalu saya tergerak untuk mencari makna sesunguhnya tentang kata klitih/ klithih (klithihan/ nglitih), “merupakan sebuah kosa kata dari bahasa Jawa/ Yogyakarta, yang mempunyai arti sebuah kegiatan dari seseorang yang keluar rumah tanpa tujuan.” Klitih bila dialihbahasakan ke kosa kata bahasa Indonesia bisa disamakan dengan kata keluyuran. Berati memang benar bahwa kegiatan tersebut menjurus ke hal atau tindakan yang kurang baik atau kurang bermanfaat, karena ini merupakan sebuah tindakan yang tidak ada kepastian tujuan dari kegiatan ini. Dan sebenarnya apa yang terjadi di Jogja ini sudah bukan klitih lagi, tapi klitih kebablasan atau kriminal karena sudah melakukan tindakan kriminal/ melanggar hukum, menurut hemat saya.
Apapun definisinya yang jelas kata klitih sudah identik dengan Kriminal-Remaja-Gerombolan-Pembacokan dan ‘Jogja’. Sungguh ironis lagi miris. Jadi, bagi kita yang tinggal di Jogja kita sudah ter-stigma Jogja bukan hanya kota pelajar tapi juga kota klitih. Ngeri, dab!
Akhirnya saya jadi pingin menganalisa, khusus untuk para pelaku kriminal dalam kegiatan klitih ini. Saya pikir dan rasakan bahwa jiwa mereka begitu ringkih –lemah-, kondisi dimana seorang remaja membutuhkan “pengakuan” atau bisa dikatakan “agar bisa diterima” yang pada dasarnya sebenarnya mereka begitu lemah. Kondisi yang begitu labil, perasaan ingin diterima oleh lingkungan dan ditambah kondisi hormonal yang begitu meletup-letup. Ini adalah kondisi nyata ketika pendidikan akhlak atau budi pekerti hanya pada batasan definisi yang dihapalkan, bukan lagi pada perwujudan perilaku yang nyata dan lekat pada diri seseorang. Ini adalah kondisi dimana kebebasan yang ‘bablas’ menjadi ideologi dalam isi kepala para pelaku klitih.
Sebenarnya begitu menarik untuk diulas, coba sesekali kita cari tahu bagaimana kondisi psikologis/ kejiwaan para perilaku klitih. Pasti di dalamnya ada berbagai ‘sampah-sampah’ jiwa yang menumpuk hingga berbau busuk. Entah yang broken home, terlalu dimanja, terlalu diabaikan, anak korban bullying yang balas dendam, dan lain sebaginya. Alasan-alasan klasik yang selalu saja muncul. Bukan ini yang menjadi fokus tulisan ini, melainkan pada jiwa-jiwa ringkih perilaku klitih.
Bukan saatnya lagi saling menyalahkan, entah salah guru, entah salah orang tua, salah pihak keamanan, atau siapapun itu. Tapi kita semua juga turut bertanggung jawab untuk memutus mata rantai kondisi yang memilukan ini. Bersama kita hentikan kondisi yang mencoreng adat istiadat luhur masyarakat kita. Kita kuatkan lagi jiwa-jiwa ringkih tadi bukan dengan tidak lagi mendikte, tapi menerapkan pendidikan budi pekerti yang berkesadaran.
Kita jaga anak-anak kita, kembali perbaiki komunikasi antara orang tua dan anak, kembali buat lingkungan komunal yang kondusif agar anak-anak muda nyaman beraktifitas pada wadah yang positif dengan bakat yang tersalurkan, kita giatkan aktivitas organisasi kepemudaan dari berbagai sektor seperti karang taruna, pemuda masjid, pemuda gereja atau komunitas positif lainnya.
Semua punya tanggung jawab, bersama mulai dari lingkungan terkecil dalam keluarga, saling sapa, salam dan doa, sempatkan berbincang ringan dengan anak-anak kita, kembalikan rumah sebagai sekolah utama bagi anak-anak kita. Dan apapun aktifitas yang bisa kita kerjakan walaupun itu kecil asal dapat kontinyu dan berkontribusi untuk memutus mata rantai perilaku klitih ini dan tindak kriminal lainnya.
Begitu kompleks memang. Tapi ini kondisi memilukan yang nyata-nyata ada di sekitar kita. Mari mulai dari diri kita sendiri, memulai dengan berpikiran positif, mengangkat berita-berita anak-anak muda berprestasi, membumikan karya dan tentunya membuka hati kita untuk bisa saling memahami isi hati anggota keluarga kita.
“Keluarga Indonesia Bahagia Sejahtera, STOP KLITIH, STOP HILANGNYA NYAWA YANG SIA-SIA! Dan, beri ruang positif bagi generasi bangsa untuk turut berkontribusi dalam pembangunan negeri tercinta ini.”
Ini adalah judul tulisan saya sekitar hampir 10 tahun yang lalu. Persisnya saya lupa. Yang jelas, tulisan ini tercipta setelah saya lolos menjadi duta pendidikan dalam rangkaian acara pertukaran pelajar di tahun 2007.
Saat itu saya mendapatkan tugas di Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Tak menyangka sebenarnya hingga pada akhirnya kenapa saya bisa menjadi bagian dari acara bergengsi yang belum lama dirintis oleh Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta kala itu. Teringat saat dulu seleksi, saya pun harus menempuh perjalanan dari daerah Samigaluh, Kulon Progo untuk menuju Kantor Dinas Pendidikan untuk mengikuti rangkaian seleksi beberapa hari. Karena saat itu saya juga sedang mengemban tugas dari sekolah untuk “belajar bersama” tinggal di daerah Samigaluh, dalam acara mubaligh hijrah yang diadakan sekolah saya, SMA Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Program itu mengirimkan beberapa siswanya untuk terlibat berinteraksi secara langsung dengan masyarakat dan sambil belajar bersama dan tentunya membawa pesan dakwah di dalamnya.
Kembali ke topik awal, sebenarnya kisahnya cukup lucu sih. Beberapa hari saya harus bolak balik Samigaluh-Kota Jogja, yang tentunya cukup menguras energi saya saat itu. Tapi, Alhamdulillah semuanya terbayar dengan sukses, dan tentunya ini berkat doa dari orang-orang tersayang juga terutama bapak-ibu.
Tulisan ini hanya menjadi pengantar saja, karena kebetulan hari ini ini pas juga dengan 28 Oktober yang merupakan hari sumpah pemuda, pagi tadi saya iseng buka email lama, nemu artikel “Gubug Reot Di Atas Emas Hitam”. Karena sebenarnya artikel ini sendiri hilang softfilenya, karena komputer saya dulu rusak dan harus install ulang dan tulisan ini tak terselamatkan.
“Gubug Reot Di Atas Emas Hitam” merupakan salah satu bagian dari Buku 1001 Anak Bangsa Bercerita yang dimotori oleh Dinas Pendidikan Kota Yogya dan IMPULSE kala itu. Dan kami sebagai duta pertukaran Pelajar Kota Yogya kala itu diharuskan menulis dan alhasil tulisan kami dibukukan.
Sebenarnya saya membaca artikel ini sambil cengar-cengir sih. Tulisannya cukup idealis bagi usia saya saat itu, penuh berontak dan bahasanya pun kadang gimana gitu. Maklumlah yaa, baru belajar nulis.
Tapi, apapun itu ada beberapa ruh dalam tulisan itu yang masih relevan dengan keadaan saat ini. Jadi, bacanya harus pakai jiwa kala sekitar tahun 2007 dan apa yang bisa ditarik benang merah dengan tahun-tahun sekarang. Dan lagi-lagi, semua tak jauh dari topik pemuda, pendidikan, pembangunan, dan Indonesesia.
Terima kasih, kepada semua pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk bisa bercerita, kami memang tidak pertukaran pelajar hingga luar Negeri, namun kami diamanahi untuk belajar mengenal saudara-saudara kita di bagian Indonesia lainnya. Dan ini membuat kami terbuka dan bersyukur.
ini adalah beberapa dokumentasi yang tersisa,
ini adalah tempat tinggal saya selama di Kandangan
ini adalah keluarga angkat saya di sana. Begitu Hangat
Ini saat kami rindu keluarga di Jogja, dan saya berkunjung ke sekolah dimana teman saya di tugasi. Dan saat itu hujan lebat. Fotonya gak begitu jelas, saya nomor dua dari kiri
Oke ini dia tulisannya, selamat membaca dan selamat Suaph Pemuda!
___________________________________________
Gubug Reot Di Atas Emas Hitam
Oleh : Aditya Rendy Artha
Kita akan berpanjang lebar ketika berbicara mengenai dunia pendidikan di Indonesia, sesuai judul yang di tampilkan di atas yaitu “Gubug Reot di Atas Emas Hitam”, judul tersebut akan saya refleksikan pada dunia pendidikan kita. Hal ini memberikan inspirasi bagi saya ketika melakukan perjalanan dari Bandara Syamsudin Noor hingga Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan ketika saya hidup selama kurang lebih dua minggu di Kandangan.
Sekolah, Pendidikan dan Indonesia, adalah sesuatu yang indah, tetapi hal tersebut tidak terlalu memberikan daya tarik pada anak-anak bangsa kita. Di sini saya tidak akan mengangkat masalah mahal atau murahnya pendidikan. Tetapi saya mengangkat permasalahan yang sangat mengganjal di benak saya yaitu budaya konsumerisme anak-anak bangsa yang mengakibatkan reotnya jiwa kebangsaan dan semangat untuk memahami dan menjalani pendidikan mereka. Gubug reot, ini bisa menggambarkan keadaan dunia pendidikan di Indonesia yang berdiri di atas banyaknya kekayaan alam yang ada di dalamnya misalnya adalah limpahan emas hitam atau bisa dikatakan batu-bara.
Penggambaran di atas mungkin sudah bisa memberikan bayangan di pikiran kita untuk meneruskan membaca tulisan dari seorang pelajar sekolah menegah atas ini. Ya, “Gubug Reot Di Atas Emas Hitam”, sama halnya dengan reotnya pendidikan di atas limpahan kekayaan alam Indonesia.
Kalau boleh sedikit bercerita, penggambaran tadi saya dapatkan dari berbagai inspirasi ketika saya lolos sebagai duta pertukaran pelajar kota Yogyakarta ke Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Ada cerita menarik yang mungkin bisa dijadikan renungan dan motivasi bagi kita. Ketika perjalanan dari bandara Syamsudin Noor hingga Kandangan, bus yang saya tumpangi berpapasan dengan ratusan truk pengangkut batu-bara, dengan seketika muncul dalam pikiran saya betapa kayanya tanah Indonesia ini, dan itu hanya di sebagian daerah di Kalimantan Selatan, belum di kawasan Indonesia lainnya, hingga membuatku semakin bangga menjadi anak negeri ini.
Dari kesan pertama saya menginjakkan kaki di tanah Kandangan, saya mulai berbangga hati, banyak sekali penyataan dan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut di hati saya tentang kota ini. Dari perjumpaan pertama kali dengan pemerintah, khususnya dinas Pendidikan di sana, dari penyambutan selamat datang untuk kami, hingga akhirnya bertemu keluarga yang nantinya akan menjadi keluarga saya di sana. Saya semakin bahagia karena mendapatkan sambutan yang hangat dan keluarga yang menyayangi saya. Sepertinya semua ini begitu sempurna.
Setelah hari kedua di sana barulah saya memasuki sekolah yang saya tempati di sana. Ada kesan pertama yang saya dapatkan, tanpa ada maksud untuk menjelekkan seketika dalam hati saya berkata “Oh, ini sekolahnya? Seperti inikah?”. Kesan mewah, penyambutan hangat yang saya dapatkan seketika menjadi hilang. Akhirnya, saya pun masuk kelas yang hanya ada satu-satunya program di sana yaitu kelas ipa setelah ada penyambutan oleh pihak sekolah kepada saya. Dan tibalah waktunya saya mengikuti pelajaran di sana. Satu persatu wajah teman-teman baru saya, saya pandangi. Tersirat di wajah mereka masing-masing tentang masa depan dan cita-cita mereka. Walau di kelas mereka hanya ada sebuah papan tulis yang dwi fungsi, yang hanya menggunakan kapur tulis dan sebaliknya memakai spidol, walau materi pelajaran tidak di dapatkan dari buku-buku pelajaran melainkan hanya meteri yang di foto copykan oleh guru mata pelajaran, dan walau hanya ada satu laboratorium yang dapat digunakan untuk semua mata pelajaran mipa. Yah, satu untuk semua. Tetapi walapun seperti ini masih ada saja siswa yang belum ada semangat dalam belajar, kasarnya mereka itu seperti menganggap pendidikan tidak penting. Kemudian ingatan saya kembali kepada ratusan truk pengangkut batu-bara tersebut. Kota ini kaya, negeri ini kaya, bangsa ini kaya, akan sumber daya alam, tetapi kenapa kita sebagai anak bangsa tidak berkeinginan memperkaya diri untuk berfikiran lebih dewasa dalam memahami dan menyadari betapa pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi diri dan bagi kelangsungan kehidupan negri Indonesia ini.
Ini benar-benar gubug reot yang menjadi cacat tanah Indonesia. Itulah kesimpulan yang yang ada di pikiran saya selama tinggal di sana kurang lebih dua minggu dan cukup memberikan inspirasi. Permasalahan yang ada sebenarnya sangat sederhana, yaitu kurangnya kesadaran anak bangsa terhadap pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan mereka.
Ada beberapa alasan yang membuat saya berani menuliskan permasalahan tersebut, walau ini hanya pandangan global terhadap hal tersebut, di antaranya pertama adalah faktor jiwa konsumerisme sangat kental, ini sangat mempengaruhi semangat anak bangsa dalam hal haus terhadap ilmu. Alasan ini saya kemukakan paling awal karena jiwa konsumerisme akan memberikan pengaruh yang sangat buruk bagi kehidupan seseorang. Jika kita selalu terbiasa untuk mengkonsumsi dan tidak memproduksi nantinya kita akan selalu bergantung pada orang lain dan kita akan kehilangan jiwa looking for, yaitu jiwa yang selalu mencari akan ketidaktahuan terhadap ilmu pengetahuan dan tidak hanya menerima, menerima dan menerima saja.
Saharusnya sebagai masyarakat yang beradab dan masyarakat yang memiliki kekayaan yang bisa dikatakan lebih dari Negara lain kita mempunyai petensi lebih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menuju Negara maju yang dimulai dari dunia pendidikan.
Alasan yang kedua yaitu, karena negeri kita ini diciptakan sebagai negeri yang kaya, tetapi memberikan dampak negatif bagi kita yang tidak pernah memikirkan masa depan. Salah satu contohnya adalah di kalangan pelajar yang hidup di keluarga yang kaya, lingkungan yang kaya dan daerah yang kaya. Karena terbiasa dengan keadaan yang berkecukupan, mengakibatkan budaya konsumerisme tersebut semakin tinggi dan lebih mengesampingkan pendidikan. Misalnya, kerena kita selalu hidup dalam keadaan yang berkecukupan, mengakibatkan kita lebih sering berpangku tangan karena merasa hidup ini sudah tercukupi tetapi kita selalu lupa akan bagaimana mengolah kekayaan yang ada ini dan dan bagaimana kita akan membekali anak cucu kita nantinya utuk meneruskan kelangsungan kehidupan bangsa ini. Kunci dari semua ini tetap hanyalah ilmu pengetahuan. Jadi, walaupun kita kaya akan sumber daya alam tetapi kita miskin akan sumber daya manusia yang mengusai IPTEK sama saja kita hidup dalam angan-angan kosong.
Ketiga, tingginya rasa gengsi banyak menghiasi sifat anak bangsa ini, ketika saya berada di Kandangan, yang membuat saya heran adalah siswa-siswinya sebagian besar bersepeda motor, dan kendaraa-kendaraan tersebut tidak bisa di golongkan pada kendaraan-kendaraan yang murah, karena semua itu termasuk kendaraan yang memilki harga jual tinggi. Yang menjadi kesimpulan dan pertanyaan saya adalah mereka bisa dikatakan dari keluarga yang mampu tetapi kenapa harga sepeda motor yang dinaiki anak-anak SMA tersebut tidak sebanding dengan betapa berharganya kesempatan untuk menimba ilmu, buktinya mereka ke sekolah ya ke sekolah, tetapi apa yang di dapatkannya? Hanya bertemu teman-temannya membicarakan lawan jenis, membicarakan akan main kemana sepulang sekolah, membicarakan berapa mahal harga motor mereka dan lain sebagainya. Jarang sekali di antara mereka yang membicarakan bagaimana pelajaran Fisika tadi, pelajaran Matematika dan lain-lain. Bahkan hingga guru yang mengajar pun disepelekan. Bagaimana mungkin pendidikan di Indonesia akan maju kalau pelaku atau orang yang diharapkan akan memiliki wawasan yang tinggi nantinya seperti itu.
Keempat, hingga ketiga alasan tersebut di ulas menjadi faktor pada alasan yang keempat ini yaitu kurangnya anak bangsa kita untuk studi banding atau sederhananya untuk memotivasi diri dengan melihat Negara-negara maju di dunia ini, seperti Amerika, Jepang, dan lain-lain serta tidak jauh adalah Negara tetangga kita yaitu Singapura, jika kita bandingkan dengan sejarah asal Negara kita, dengan kekayaan tanah air kita, Singapura jauh kalah dari negeri Indonesia ini, tetapi kenapa bisa menjadi Negara maju? Jawabannya sebenarnya bisa kita renungkan bersama yaitu jika kita punya kesadaran untuk membaca, mencari, dan mengembangkan ilmu pengetahuan bisa jadi kita mengalahkan Negara-negara maju saat ini.
Kelima, harus adanya komunikasi dan kegiatan timbal balik antara pelaku pendidikan dan penyelenggara pendidikan. Kita semua tidak bisa saling menyalahkan antara pelaku atau penyelenggara pendidikan, karena semua sama-sama salah dan sama-sama benar dan jalan yang harus kita tempuh adalah mengambil jalan tengah atas permasalahan-permasalah pendidikan yang ada. Misalanya, pengalaman saya ketika bersekolah di SMA N 3 Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan adalah buku-buku pelajaran yang ada sebagian besar tidak sesuai dengan kurikulum yang ada dan jumlahnya pun tidak memadai, hingga para guru berusaha sendiri untuk mencarikan meteri-meteri yang sesuai dengan atauran, walau hanya dengan memfoto copy materi-materi tersebut.
Dari inilah kita bisa bertanya kepada pemerintah, dimana dan mana buku-buku kami sebagai pelajar yang harapannya buku-buku tersebut bisa dijadikan jalan masuknya ilmu bagi pelaku pendidikan. Bahkan hingga fasilitas-fasilitas sekolah pun sangat berbeda jauh dengan sekolah-sekolah yang ada di kota-kota besar di Indonesia. Apakah ini bisa dikatakan sebagai pemerataan pendidikan di Indonesia.
Tetapi kita tidak boleh sepenuhnya menyalahkan pemerintah, kita sebagai pelaku atau orang yang merasakan dan menjalankan pendidikan juga harus benar-benar mempunyai semangat juang untuk mencari ilmu dan berusaha agar terjadi komunikasi antara pelaku dan penyelenggara pendidikan supaya terjadi timbal balik yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
Terakhir, yaitu kurangnya dorongan dan motivasi dari dalam diri, lingkungan dan pemerintah. Jika kita selalu bisa memotivasi diri akan pentingnya ilmu pengetahuan dan kita mampu bersifat loyal serta tidak fanatik sempit dan tidak berfikiran kedaerahan, adanya kesadaran bersama dari Sabang sampai Merauke untuk bersatu memajukan pendidikakan Indonesia dan pemerintah memberikan jalan, bisa kita bayangkan secara tidak lama Indonesia akan memiliki masyarakat yang berpendidikan dan berkualitas tinggi. Tetapi itu semua akan sia-sia jika kita selalu berfikiran sempit terhadap arti otonomi, HAM dan demokrasi yang saat ini menjadi ciri negeri ini. Kita selalu mengatasnamakan ketiga hal tersebut untuk memuaskan tujuan pribadi atau kelompok kita masing-masing tanpa memikirkan orang lain yang akhirnya mengakibatkan Indonesia menjadi terkotak-kotak, padahal tujuan yang sebenarnya dari ketiga hal tersebut tidak seperti itu. Yang harus kita lakukan adalah otonomi pendidikan untuk diri, daerah dan Negara kita, yang diharapkan mulai dari diri sendiri, daerah dan negeri mampu memilki anak bangsa yang berkualitas tinggi dan mampu dibanggakan di percaturan dunia. Kemudian menyadari bahwa setiap diri ini memiliki hak untuk merasakan pendidikan sesuai batas minimal yang diberikan oleh pemerintah dan benar-benar merasakan demokrasi demi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa. Maka dari itu pentingnya pendidikan dalam mehamami ketiga hal tersebut sangat penting demi terwujudnya masyarakat yang benar-benar madani dan berkualitas.
Keenam alasan tersebut saling berhubungan erat satu sama lain. Saat ini hanya ada dua pilihan yaitu kita sebagai bangsa Indonesia ingin maju atau tidak. Jika ingin maju, menjadi tugas kita bersama untuk mengubah gaya hidup konsumerisme yang digantikan dengan research, tidak berpandangan sempit dan haus akan ilmu pengetahuan, dan jangan terlalu bangga kita memiliki kekayaan yang melimpah ini, itu bukan warisan yang abadi untuk anak cucu kita, tetapi warisan yang abadi adalah ilmu pengetahuan, karena kekayaan alam tersebut sewaktu-waktu nantinya juga akan habis tidak seperti ilmu pengetahuan yang semakin lama semakin berkembang. Tidak saling menyalahkan, saling mengingatkan, dan menjaga persatuan serta saling bahu-membahu untuk meningkatkan taraf pendidikan di Indonesia adalah kunci utama untuk menjadi bangsa yang benar-benar merdeka
Tulisan ini semata-mata saya buat atas inspirasi yang saya dapatkan ketika melakukan program pertukaran pelajar kota Yogyakarta tahun 2007 ke Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Akhirnya penulis berharap tulisan ini tidak sia-sia dan bisa dibaca di kalangan masyarakat, pelajar dan para tokoh pendidikan kita dan bisa menjadi sedikit motivasi dalam diri akan pentingnya pendidikan agar tidak ada lagi Gubug Reot Di Atas Emas Hitam, melainkan Sebuah Istana Megah Di Atas Emas Hitam dan benar-benar tercipta masyarakat dan anak bangsa Indonesia sesuai dengan pesan Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut wuri Handayani” yaitu jika di depan kita bisa menjadi contoh, jika di tengah kita bisa menjadi orang yang memberikan bantuan dan jika kita berada di belakang kita bisa memberikan dorongan untuk kemajuan bersama. Tetap bersemangatlah wahai para anak Bangsa ini, hidup mati negeri di tangan kita.